Dalam kajian sosiologi, seseorang tidak akan sampai pada suatu pemahaman detail dan komprehensif jika tidak mengetahui asumsi dasar tentang masyarakat dan manusia oleh sosiolog yang mengkonstruk teori tersebut.  Maka dari itu terlebih dahulu kita mengetahui asumsi Coser tentang masyarakat. Menurut Coser masyarakat merupakan: pertama, kesatuan dari bagian-bagian yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain sehingga terjadi interaksi sosial. Kedua, gejala atau fenomena sosial seperti patologi sosial, peperangan dan pertentangan sebenarnya merusak sistem di satu sisi tetapi dalam sisi yang lain memiliki fungsi. Ketiga, gejala sosial seperti ketidakstabilan sosial, ketegangan, peperangan dan pertikaian merupakan ciri khas setiap masyarakat.

Oleh Faizonk
Sebelum kita membedah pemikiran seseorang, akan lebih baik jika kita mengetahui latar belakang orang yang mengemukakan teori. Dalam teori konflik yang akan dibahas kali ini akan mengunggah pemikiran coser yang terinspirasi dari . Lewis Alfred Coser, lahir di Berlin, Jerman tahun 1913. Coser dilahirkan dari keluarga borjuis Yahudi. Meskipun dari keluarga kaya, dia lebih memilih anti kemapanan. Ketika Hitler menguasai Jerman dia melarikan diri ke Paris. Disana dia belajar di Universitas Sorbonne Prancis yang kemudian membesarkan namanya sebagai sosiolog terkemuka. Dia banyak menulis artikel tentang sosial dan politik akan tetapi dengan menggunakan nama Louis Clair sebagai nama samara. Tahun 1968 menjadi profesor luar biasa Sosiologi di Universitas Negeri New York dan Stoony Brook. Tahun 1975 terpilih menjadi presiden American Sociological Association (ASA)  dan menghasilkan karya fenomenal yaitu, The Functions of Sosial Conflict.

Menurut para fungsionalis, masyarakat diartikan sebagai sesuatu yang stabil, teratur, dan terintegrasi. Keberadaan konflik dapat mengacaukan atau menjadikan disfungsional terhadap fungsi secara keseluruhan. Akan tetapi Coser dalam hal ini mengemukakan bahwa konflik sosial sangat dibutuhkan oleh kehidupan bermasyarakat. Konflik sosial adalah salah satu bentuk interaksi sosial yang sangat mendasar untuk merangsang akselerasi perubahan sosial, memperkuat solidaritas in-group dan memperjelas batas-batas struktural dalam masyarakat. Coser memberikan suatu konstruk pemikiran sosiologis yang mencoba melihat kontribusi positif dari fenomena konflik sosial dan menganggap konflik sosial dapat meningkatkan ketahanan dan adaptasi kelompok, interaksi, dan sistem sosial. Coser mengecam para fungsionalis yang yang terlalu menekankan konsensus normatif, keteraturan dan keselarasan. 
Dalam bukunya The Functions of Sosial Conflict  Coser mengemukakan, konflik adalah perjuangan nilai atau tuntutan atas status. Penyebab utamanya adalah karena ketidak adilan. Selain itu konflik bisa menjadi agen untuk mempersatukan masyarakat merupakan dalam sebuah pemikiaran yang sejak lama diakui oleh tukang propaganda untuk menciptakan musuh yang sebenarnya tidak ada, atau mencoba menghembuskan antagonisme terhadap lawan yang tidak aktif. Coser lebih jauh mengembangkan proposisi-proposisi teoritis berkaitan dengan berbagai hal yang berkaitan dengan konflik, seperti bentuk konflik yang lunak hingga yang mengarah pada kekerasan, durasi konflik dan fungsi-fungsi konflik.
Konflik yang disebabkan oleh persoalan yang abstrak, seperti nilai, norma dan ideologi cenderung mengarah pada bentuk kekerasan dan sulit melahirkan integrasi. Sebaliknya, konflik yang didasarkan pada masalah-masalah riil seperti halnya sengketa tanah, akan melahirkan konsensus. Durasi konflik menjadi panjang atau pendek sangat bergantung pada sejauh mana tujuan-tujuan dari masing-masing kelompok didefinisikan terutama oleh para pemimpin masing-masing.
Dari segi jelas dan tidak jelasnya sumber konflik, oleh Coser ini dibedakan menjadi dua tipe, yaitu konflik realistis dan non-realistis (Poloma, 2000). Tipe pertama, konflik yang berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan dan ditunjukan pada objek yang dianggap mengecewakan (sumber masalah jelas). Tipe kedua, konflik yang bersumber dari tujuan saingan antagonistik. Misal dalam masyarakat primitif yang menggunakan santet sebagai alat untuk membalas dendam. Sedangkan dalam masyarakat modern menggunakan “pengkambinghitaman”
Dari segi bentuknya Coser membedakan konflik menjadi dua bentuk. Yaitu konflik dalam in-group (kedekatan lebih intim, misal ayah dengan anak ) dan out-group (kedekatan lebih sederhana, misal teman sekelas ). Umumnya konflik yang terjadi itu antara in-group dengan out-group , (bisa dikarenakan komunikasi yang terjalin kurang). Namun oleh Coser konflik juga bisa terjadi dalam in-group seperti halnya adanya dualisme kepemimpinan dalam partai Golkar (kubu Abu Rizal Bakri dengan Agung Laksono). Konflik dikatakan fungsional selama tidak menyentuh atau tidak berkaitan dengan inti suatu sistem, jika suatu konflik yang etrjadi kemudian merongrong eksistensi inti suatu sistem maka konflik itu sifatnya disfungsional.
Coser mengemukakan fungsi konflik sebagai berikut yaitu:
1)      Dapat menciptakan integrasi
2)      Mempertegas teritorial antara kelompok yang berkonflik
3)      Menciptakan aliansi-aliansi
4)      Mengetahui kekuatan lawan
5)      Sebagai katup penyelamat (safety valve). Katup ini penyelamat ini menghambat akselerasi perubahan bahkan cenderung mempertahankan status quo

Jadi, kesimpulannya menurut Coser, kehidupan masyarakat di samping dibangun atas dasar konsensus dan integrasi, juga dibangun oleh konflik. Konflik adalah hal yang fungsional dalam kehidupan masyarakat, konflik dapat mengakselerasi perubahan sosial, mempertegas integrasi sosial dan memperjelas batasan teritorial antara in-group dan out-group serta dapat menjadi savety valve.


Sahabat Bobi Ketika Menyampaikan Materi

Ketua Komisariat ( Kiri ) bersama Sahabat Bobi ( Kanan )





Pelatihan Kader Dasar PMII Komisariat Djoko Tingkir Salatiga

Pelatihan Kader Dasar PMII Komisariat Djoko Tingkir Salatiga



Sahabat-sahabati mahasiswa anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Salatiga pagi kemarin menggelar aksi damai. Aksi yang dilakukan oleh sekitar 100 orang ini digelar sebagai aksi solidaritas terhadap pedagang Pasar Rejosari (Pasar Sapi) Kota Salatiga yang akan digusur oleh Pemkot Salatiga. Pasar Rejosari merupakan sebuah pasar tradisional yang rencananya oleh Pemkot akan dirubah menjadi sebuah pasar modern. Pembangunannya pun akan dilakukan oleh swasta/ investor, bukan dengan dana dari APBD/APBN. Akibatnya, biaya sewa atau belinya nanti akan sangat mahal. Tentunya hal ini akan sangat memberatkan terhadap para pedagang pasar tradisional yang mayoritas adalah wong cilik. Selain itu, oleh investor pasar rejosari tersebut akan dibangun 3 lantai. Padahal kalau kita lihat selama ini banyak pasar yang mangkrak dan sepi di Kota Salatiga seperti Pasar Raya dan Pasar Jetis.
Aksi yang dimulai pukul 09.00 WIB ini dimulai dari Markas PMII Kota Salatiga. Kemudian masa melakukan orasi pertama di depan kampus IAIN Salatiga. Setelah itu masa bergerak ke Disperindagkop dan ditemui oleh kepala UMKM, yang mewakili kepala dinas yang pada saat tersebut sedang mengikuti diklat di Semarang. Setelah menyampaikan aspirasinya, mahasiswa kemudian bergerak ke Pemkot Kota Salatiga. Di Gedung Pemkot, mahasiswa ditemui oleh Asisten Walikota karena walikota Salatiga sedang ke BPK Semarang. Aksi ini berakhir pada pukul 12.30 WIB.
Para Mahasiswa yang tergabung dalam organisasi PMII Kota Salatiga tidak menolak akan adanya revitalisasi terhadap pasar rejosari. Akan tetapi yang kemudian menjadi tuntutan para mahasiswa adalah agar pembangunan tersebut dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari kedua belah pihak. Selain itu, mahasiswa juga menuntut pembangunan dilakukan dengan menggunakan dana dari APBN/APBD.
Sabtu,, 31 Januari 2015 Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Asna menyelenggarakan Pelatihan pertanian, peternakan dan perikanan yang bertempat di Ponpes Putri Nurul Asna, Candran, Sidomukti, Salatiga. Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh Bapak Nasafi selaku ketua panitia dan juga dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Kegiatan tersebut di hadiri oleh beberapa tamu undangan sekaligus pemateri yaitu dari Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI), Bapak Endarto dari Dinas Peternakan, Bapak Hariyanto seorang penyuluh dari Dinas Pertanian dan Perikanan Salatiga dan Bapak Siswanto selaku Ketua Unit Pelayanan dan pengembangan (UPP) Perikanan Kota Salatiga. Untuk peserta dihadiri oleh , mahasiswa, perwakilan santri pondok pesantren dari kota Salatiga dan kabupaten Semarang, masyarakat sekitar kawasan ponpes Nurul Asna dan juga perwakilan dari beberapa Badan Semi Otonom dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Djoko Tingkir Salatiga diantaranya Sahabat Alam Salatiga dan Lembaga Kajian dan Jurnalstik. 

Tujuan kegiatan tersebut diadakan yaitu untuk melatih kreatifitas para peserta dalam bidang pertanian, peternakan dan perikanan. Bapak Nasafi selaku ketua panitia menuturkan “tujuan kegiatan ini yaitu agar semua peserta pintar dalam bidang perikanan, peternakan dan pertanian. Hidup sekali harus pandai.”katanya. Dalam kegiatan tersebut selain materi juga ada praktek langsung dari Dinas Pertanian dan perikanan Kota Salatiga oleh Bapak Hariyanto berupa praktek fermentasi pangan ternak. Disitu peserta dilatih untuk membuat fermentasi pangan ternak dari mulai komposissi atau bahan-bahan yang di butuhkan untuk fermentasi pangan ternak sampai takaran yang sesuai untuk pencampuran bahan-bahan tersebut. Tujuan dari pembuatan fermentasi pangan tersebut diantaranya pangan bisa lebih irit, kotoran hewan tidak berbau dan hewan lebih bersih.

Dari peserta merasa sangat antusias dalam mengikuti kegiatan tersebut. Dapat dilihat dari respon mereka selama mengikuti kegiatan. Chudori, kader PMII “ banyak hal baru yang saya dapat diantaranya ada cara menanam padi, olah tanah, pilih bibit. Yang menarik ketika pemateri membahas tentang peternakan kambing dan lele. Kebetulan di rumah saya ada kambing dan lele.”katanya. Banyak peserta yang juga bertanya pada pemateri tentang bidang pertanian dan peternakan, terutama bagaimana cara mengolah tanah untuk pertanian dan bagaimana cara memberikan suplemen pangan ternak yang baik.

Setelah kegiatan selesai, dilanjutkan pemilihan ketua dan Badan Pengurus Harian (BPH) Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI) daerah Salatiga. Dari ketua HIMSI menunjuk langsung calon para pengurus baru dari peserta dan harus berasal dari Kota salatiga. Salah satunya peserta yang terpilih yaitu Siti Ana anggota Sahabat Alam Salatiga dan juga kader PMII sebagai bendahara HIPSI daerah Salatiga. Ada sekitar sepuluh orang yang di tunjuk untuk menjadi pengurus, setelah itu calon pengurus baru terpilih langsung dilantik pada hari itu juga.

Harapan setelah diselenggarakannya kegiatan tersebut yaitu supaya kita menjadi manusia yang cerdas dan bisa menciptakan lapangan kerja selain itu kita bisa menjadi manusia yang religinya kuat, ekonominya kuat, keterampilannya kuat, management bicara dan hatinya juga kuat. Dan juga kita dapat menerapkan ilmu yang didapat dari kegiatan tersebut dan mengaplikasikannya ataupun mengajarkannya kepada orang yang menekuni bidang pertanian, perikanan dan peternakan.